Rabu, 29 Mei 2013
SKENARIO PRAKTIKUM BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA
NAMA :
Ismi Zuniar
KELAS : PPG BK SM3T 2013
SKENARIO PRAKTIKUM BIMBINGAN KELOMPOK
TEKNIK SOSIODRAMA
1.
Tahap
pembentukan
a. Konselor
mengucapkan salam
b. Konselor
mengucapkan terima kasih tentang kehadiran para peserta bimbingan kelompok
c. Konselor
memulai untuk berkenalan dan pengakrapan dalam bentuk permainan
d. Konselor
menjelaskan pentingnya dan latar belakang
tentang kegiatan bimbingan kelompok
e. Konselor
menjelaskan asas-asas yang ada dalam kegiatan bimbingan kelompok
2.
Tahap
peralihan
a. Konselor
menjelaskan peranan pimpinan dan anggota kelompok
b. Konselor
menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk memasuki kegiatan yang akan di
laksanakan
3.
Tahap
kegiatan
a. Konselor memberikan umpan beberapa pertanyaan yang
menyangkut sosiodrama.
b. Konselor membagi siswa menjadi 2 kelompok
c. Kelompok pertama bermain drama dan yang lain menjadi
pengamat, selanjutnya kelompok kedua yang semula menjadi pengamat ganti bermain
drama dan kelompok pertama menjadi pengamat.
d. Konselor
menjelaskan peran masing-masing siswa.
e. Setelah kedua kelompok selesai bermain drama konselor
mempersilakan anggota kelompok secara bergantian
memberikan pendapat, bertanya dan
mengungkapakan perasaan saat bermain drama.
4.
Tahap
pengakhiran
a. Konselor
menyampaikan bahwa kegiatan bimbingan kelompok ini akan segera berakhir
b. Konselor
menanyakan kepada anggota kelompok tentang pesan dan kesannya setelah mengikutu
kegiatan kelompok ini
c. Konselor
merangkum kegiatan kelompok hari ini
d. Konselor
menanyakan kepada anggota kelompok tentang kesepakatan pertemuan berikutnya
e. Konselor
menyepakati jadwal pertemuan selanjutnya
f. Konselor
mengakhiri kegiatan, dan di tutup dengan do’a
PENGEMBANGAN MODEL-MODEL KONSELING INDIVIDUAL LATIHAN ASERTIF
PENGEMBANGAN
MODEL-MODEL KONSELING INDIVIDUAL
LATIHAN
ASERTIF
OLEH :
ISMI ZUNIAR
PPG BK 2013
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
PRODI BIMBINGAN KONSELING
2013
LATIHAN
ASERTIF
A. Pandangan
Tentang Manusia
Behavior
atau tingkah laku tidaklah muncul satu set lengkap dalam diri manusia sebagai
sebuah bawaan lahir. Namun perilaku terbentuk sebagai sebuah interaksi manusia
dengan dunia disekelilingnya. Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya
dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan
memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan
pola-pola perilaku yang membentuk kepribadian. Gerald Corey (2003:320)
menyatakan bahwa manusia dibentuk dan dikondisikan oleh pengondisian
sosial-budaya yang deterministik. Dalam arti tingkah laku dipandang sebagai hasil
belajar dan pengondisian. Tingkah laku sebagai hasil belajar dan pengondisian
berarti tingkah laku dibentuk melalui hukum-hukum belajar dan terkondisikan
dengan cara memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah
laku. Hukum-hukum belajar dalam kaitannya dengan tingkah laku meliputi hukum
pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan peniruan. Konsep dasar behaviorisme. Dalam
pendekatan behavioristik memandang bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan
– kecenderungan positif dan negatif yang sama.
Manusia
memiliki hak untuk menyatakan, merasa, bertindak untuk menjadi dirinya sendiri
dan untuk mengekspresikan perasaan secara bebas (Zastrow,1977)
Beberapa
ahli mengemukakan bahwa dalam hubungan atau interaksinya dengan orang lain
dapat diidentifikasi tiga bentuk kualitas dasar pola perilaku individu yaitu
asertif, agresif dan pasif(Zastrow, 2000; Alberti dan Emmons, 1986; Bruo, 2000)
.
Strategi
latihan asertif adalah bagian dari pendekatan perilaku (Behavioral Approach),
bahwa teknik asertif merupakan perpaduan teknik-teknik rasional dan
teknik-teknik yang menekankan pada tindakan nyata. Houston mengemukakan bahwa
latihan asertif merupakan suatu program belajar untuk mengajar manusia
mengekspresikan perasaan dan pikirannya secara jujur dan tidak membuat orang
lain menjadi terancam (dalam Nursalim, dkk 2005: 129). Sedangkan menurut Gerald
Corey (1999), latihan asertif merupakan latihan untuk individu yang mengalami
kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah
tindakan yang layak atau benar untuk diterapkan terutama pada situasi-situasi
interpersonal.
Dalam
Kartini Kartono (2000: 31), assertive training adalah prosedur-prosedur terapi
tingkah laku yang berusaha untuk lebih mudah mengekspresikan perasaan-perasaan
yang masuk akal, atau rasa benci dan dendamnya, atau rasa persetujuannya. Jadi latihan asertif merupakan suatu program belajar untuk mengajar
manusia agar lebih mudah mengekspresikan perasaan, pikiran dan rasa
persetujuannya untuk diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal.
Tujuan
Latihan Asertif Lazarus (dalam Nursalim, dkk 2005: 132) menyatakan bahwa tujuan
latihan asertif adalah untuk meningkatkan 4 kemampuan interpersonal yaitu:
a.
Menyatakan tidak.
b.
Membuat permintaan.
c.
Mengekpresikan perasaan baik positif
maupun negatif.
d.
Membuka dan mengakhiri percakapan.
Menurut
Gerald Corey (1995: 217) mengemukakan bahwa latihan asertif dapat membantu bagi
orang-orang yang antara lain sebagai berikut:
a.
Yang sopan berlebihan dan membiarkan
orang lain mengambil keberuntungan daripadanya.
b.
Mereka yang sukar menyatakan kecintaan
dan respon-respon positif lainnya.
c.
Mereka yang mempunyai kesulitan menyatakan
tidak.
d.
Mereka yang tidak dapat menyatakan
kemarahan atau kejengkelan.
e.
Mereka yang tidak merasa punya hak untuk
menyatakan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya.
B. Perkembangan Perilaku Normal
Alberti
dan Emmons (1975) medefinisikan perilaku asertif yaitu: Memperkembangkan
persamaan hak dalam hubungan manusiawi, Bertindak sesuai dengan minat sendiri, Bertindak
bebas tanpa rasa cemas, Mengekpresikan perasaan dengan jujur dan senang, Menggunakan
hak-hak pribadi , Tidak menghindari hak-hak orang lain.
Orang
yang berperilaku asertif dapat disebutkan sebagai orang yang mempunyai
kepercayaan diri, karena orang yang percaya diri selalu bersikap positif pada
dirinya sendiri dan orang lain. Sikap ini akan menjadikan seseorang menjadi
tegas, jujur dan terbuka, kritis, langsung dan nyaman, akan tetapi mampu
menghormati orang lain (Townend, 1991).
C. Perkembangan Perilaku Menyimpang
Permasalahan
pribadi yang muncul pada diri individu biasanya muncul karena tidak dapat
melepaskan diri atau menghindari stimuli yang kuat. Bagi Skinner yang dikutip
Gilliland (1989) kebanyakan permasalahan emosional adalah sebagai reaksi
terhadap adanya kontrol yang berlebihan dari lingkungan.
Dalam
perkembangannya menurut Khan(1979) menyatakan bahwa dalam Latihan Asertif perasaan
tentang kompetensi interpersonal dan kemampuanan untuk mengekpresikan
hak/kepentingan pribadi. Dikatakan orang yang bertindak tidak asertif dapat
menjadi pasif atau agresif jika menghadapi tantangan. Contohnya Latihan Asertif
direkomendasikan untuk individu yang mengalami kecemasan interpersonal, tidak
mampu menolak tindakan orang lain, dan memiliki kesulitan berkomunikasi dengan
orang lain.
D. Teknik
Terapi
Alberts dan Emmons (dalam Nursalim, dkk
2005: 134) mengemukakan langkah-langkah dalam latihan asertif, antara lain:
a. Mengamati
perilaku sendiri.
b. Mengamati
perilaku asertif pada diri sendiri.
c. Menset
tujuan yang realistis.
d. Berkonsentrasi
pada suatu situasi khusus.
e. Mereview
respon.
f. Mengamati
model.
g. Mempertimbangkan
respon alternatif.
h. Menghadapi
situasi dengan imajinasi.
i. Mempraktekkan
pikiran positif.
j. Mencari
bimbingan, bila perlu.
k. Uji
coba.
l. Menerima
umpan balik.
m. Membentuk
perilaku.
n. Menguji
perilaku dalam situasi nyata.
o. Mengevaluasi
hasil.
p. Melanjutkan
latihan, dan
q. Menetapkan
penguat sosial.
Menurut pendapat lain, melatih ketrampilan
asertif dapat dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu:
a. Mengidentifikasi
3 dasar gaya perilaku interpersonal, apakah agresif, pasif atau asertif.
b. Mengidentifikasi
situasi yang ada.
c. Menguraikan
masalah.
d. Skenario
untuk berubah.
Skenario merupakan
rencana kerja untuk mengatasi masalah secara asertif.
e. Mengembangkan
bahasa tubuh asertif.
f. Belajar
bagaimana mendengarkan.
Dalam mendengarkan
secara asertif, perhatian dipusatkan pada orang lain sehingga secara akurat
dapat mendengarkan pendapat, perasaan dan keinginannya.
g. Membuat
kesepakatan (Dalam Martha D, dkk 1995: 143).
Sedangkan menurut pendapat Osipow dalam A
Survey Of Counseling Methode (1984) menguraikan prosedur-prosedud latihan
asertif sebagai berikut:
e. Menentukan
kesulitan konseli dalam bersikap asertif.
f. Mengidentifikasi
perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya.
g. Menentukan
perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.
h. Membantu
klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan dalam
rangka menyelesaikan masalahnya.
i. Mengungkapkan
ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang ada di pikiran
konseli.
j. Menentukan
respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya
(melalui contoh-contoh).
k. Mengadakan
pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ngulangnya.
l. Melanjutkan
latihan perilaku asertif.
m. Memberikan
tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku asertif yang
dimaksud.
n. Memberikan
penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan.
Untuk
lebih memahami materi ini, dibawah ini disajikan langkah-langkah strategi
latihan asertif dalam bentuk tabel, sebagai berikut:
Langkah-langkah strategi latihan asertif
Komponen /langkah
|
Isi kegiatan
|
Langkah
1:
Rasional
strategi
|
· Konselor
memberikan rasional/menjelaskan maksud penggunaan strategi.
· Konselor
memberikan overview tahapan-tahapan implementasi strategi.
|
Langkah
2:
Identifikasi
keadaan
yang
menimbulkan persoalan.
|
· Konselor
meminta konseli menceritakan secara terbuka permasalahan yang dihadapi dan
sesuatu yang dilakukan atau dipikirkan pada saat permasalahan timbul.
|
Langkah
3:
Membedakan
perilaku asertif dan tidak asertif serta mengekplorasi target
|
· Konselor
dan konseli membedakan perilaku asertif dan perilaku tidak asertif serta
menentukan perubahan perilaku yang diharapkan.
|
Langkah
4:
Bermain
peran, pemberian umpan balik serta pemberian model perilaku yang lebih baik
|
· Konseli
bermain peran sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
· Konselor
memberi umpan balik secara verbal.
· Pemberian
model perilaku yang lebih baik.
· Pemberian
penguat positif dan penghargaan.
|
Langkah
5:
Melaksanakan
latihan dan praktik
|
· Konseli
mendemonstrasikan perilaku yang asertif sesuai dengan target perilaku yang
diharapkan.
|
Langkah
6:
Mengulang
latihan
|
· Konseli
mengulang latihan kembali tanpa bantuan pembimbing.
|
Langkah
7:
Tugas
rumah dan tindak lanjut
|
· Konselor
memberi tugas rumah pada konseli, dan meminta konseli mempraktekkan perilaku
yang diharapkan dan memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari.
|
Langkah
8:
Terminasi
|
· Konselor
menghentikan program bantuan
|
DAFTAR
PUSTAKA
Alberti,
R.E. & Emmons, M.L. 1975. Stand Up,
Speak Out, Talk Back. New York: Pocket Books.
Bruno,
F.J. 2000. Conquer Loneliness :
Menaklukkan Kesepian. Alih Bahasa : Sitanggang. A.R.H. Jakarta: PT
GramediaPustaka Utama.
Corey, Gerald. 1999.
Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan oleh Koeswara, E. 2003. Bandung: Refika Aditama.
Davis,
Martha, dkk. 1995.
Panduan Relaksasi & Reduksi Stress.
Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Gilliland, burl., James, Richard.,
Bowman. James. 1989. Theories and
Strategies in Counseling and Psychotherapy ( ed). Boston: Allyn and Bacon.
Khan, S.E.1979. Adding Affect to Assertion Training. The Personnel Guidance Journal,
57 p 424-426.
Kartono, Kartini, dkk. 2000.
Kamus Psikologi. Bandung: Pionir
Jaya.
Nursalim,Mochammad, dkk.
2005. Strategi Konseling. Surabaya:
Unesa University Press.
Osipow, S.H. 1984. A Survey of Counseling Methods. Homewoo,
Thuris: The Dorsey Press.
Zastrow,
C.A.1977. The Stability of Aggressive
Behavior: a Meta Analysis. Journal of Psychology, 18, 273-281.
Langganan:
Postingan (Atom)